Carita Horor : Perjanjian di Kandang Bubrah

Carita Horor : Perjanjian di Kandang Bubrah

Banyutilu, sebuah desa kecil yang dikelilingi lereng bukit berkabut, sering luput dari peta wisata ataupun berita. Tapi di kalangan orang-orang tua, nama desa ini menyimpan cerita gelap tentang tempat pesugihan paling angker di seluruh kawasan: Kandang Bubrah.

Tempat itu bukanlah sebuah kandang biasa. Ia adalah reruntuhan rumah tua, hanya tersisa tembok-tembok setengah roboh yang ditumbuhi lumut dan semak liar. Letaknya di pinggiran hutan, tak jauh dari jalur air kecil yang disebut warga sebagai Sungai Kembar. Tak ada yang berani mendekat ke sana saat malam, bahkan di siang hari pun orang-orang jarang bicara tentangnya kecuali dengan berbisik.

Konon, di dalam kandang itu tinggal penunggu yang haus darah. Bukan hanya setan biasa, tapi jin tua yang pernah jadi budak raja zaman Majapahit. Ia menawarkan kekayaan dengan syarat yang hanya bisa dipenuhi oleh mereka yang benar-benar nekat: pengorbanan darah keluarga sendiri.


Si Parmin dan Ambisi Kaya Raya

Cerita ini bermula dari seorang pria desa bernama Parmin, petani jagung yang hidup pas-pasan bersama istri dan dua anaknya. Tahun 2021, saat harga jagung jatuh dan hutangnya menumpuk, Parmin mendengar desas-desus tentang pesugihan Kandang Bubrah dari seorang pria asing di warung kopi. Awalnya Parmin menganggap itu cuma omong kosong. Tapi ketika istrinya sakit dan butuh biaya operasi, dan tak ada lagi jalan keluar, pikirannya mulai berubah.

Malam itu, tanpa pamit, ia menyusuri hutan dengan petunjuk yang samar. Parmin melintasi pohon jati kering, menyebrangi Sungai Kembar, lalu berdiri menghadap bangunan reyot yang diselimuti semak. Tak disangka, bau anyir langsung menyergap; tempat itu ibarat menyimpan bangkai sejak puluhan tahun lalu. Di tengah reruntuhan itu, ada tungku batu hitam dan cermin kecil tergantung di dinding sisa, tidak retak tapi buram, seperti mata yang mengawasi.

Dengan duduk bersila parmin duduk di depan tungku , lalu membaca mantra yang diajarkan orang asing itu: “Sapa nyambat, kudu kuat. Sing ora kuat, awak bakal tamat.”

Udara pun langsung berubah menjadi dingin. Angin diam. Kabut muncul dari tanah. Dan dari cermin, perlahan keluar bayangan hitam bertanduk, matanya merah menyala. Jin itu tidak berbicara, hanya mengangkat satu jari dan menunjuk ke dada Parmin—lalu ke arah utara—lalu menghilang.


Pengorbanan dan Balasan

Besok paginya, Parmin pulang seperti orang linglung. Ia tidak cerita apa pun. Tapi beberapa hari setelah itu, keajaiban mulai terjadi. Hutangnya lunas. Panen jagungnya melimpah luar biasa, padahal ia tak pernah menanam ulang. Ia bahkan tiba-tiba bisa beli motor baru, memperbaiki rumah, dan istri serta anak-anaknya terlihat bahagia.

Tapi kebahagiaan itu tak lama.

Anaknya yang bungsu, Laras, mulai mengalami kejang-kejang setiap malam pukul 2. Dokter bilang tidak ada kelainan medis. Namun Laras mulai mengigau sambil menyebut kata-kata aneh, seperti “aku bukan kambing…” atau “ayah bawa aku ke tempat gelap…”

Parmin mulai ketakutan. Ia kembali ke orang asing itu dan menuntut penjelasan. Tapi pria itu hanya tertawa dan berkata, “Pesugihan bukan hadiah, Min. Itu utang. Dan utang harus dibayar.


Rahasia di Balik Perjanjian Kandang Bubrah

Ternyata, jin Kandang Bubrah memang selalu meminta imbalan berupa darah sedarah, dan tidak bisa ditunda. Jika orang yang memanggilnya tidak rela memberikan, maka ia akan mengambil dengan caranya sendiri. Laras, anak Parmin, adalah tumbalnya.

Malam sebelum Laras meninggal, beberapa tetangga pun melihat Parmin menggali lubang kecil di belakang rumah. Ia menaruh kemenyan, ayam hitam, dan boneka dari kain kafan. Lalu ia duduk bersila sambil menangis. Tapi semua sudah terlambat.

Pukul 3 pagi, Laras menjerit dan tubuhnya menegang, seperti digantung. Lalu mati dengan mata terbuka. Di kamar Laras ditemukan cermin kecil yang sama seperti yang ada di Kandang Bubrah—padahal mereka tak pernah membawanya pulang.


Kutukan yang Tidak Berhenti

Setelah kematian Laras, Parmin menghilang. Ada yang bilang ia gila dan lari ke hutan. Ada juga yang bilang ia menyerahkan dirinya ke jin itu agar keluarganya selamat. Tapi yang pasti, setiap tahun saat tanggal kematian Laras, orang-orang sekitar mengaku melihat bayangan perempuan kecil berjalan di pinggir hutan, memakai daster merah dan tanpa suara.

Dan setiap kali seseorang mencoba mendekat ke Kandang Bubrah, selalu ada tanda-tanda aneh: darah segar menetes dari batu, suara tangisan dari dalam cermin, dan ayam yang tiba-tiba mati di sekitar sungai.


Sampai hari ini, Kandang Bubrah masih ada. Tidak ada yang berani merobohkannya, tidak pula menyentuh cerminnya. Orang-orang desa Banyutilu hanya bilang, “Kalau kau mau kaya, boleh saja datang ke sana. Tapi pastikan kau siap kehilangan yang paling kau sayang.”

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *