
Mantan pemain sirkus dari Oriental Circus Indonesia (OCI) baru-baru ini mengungkapkan bahwa terdapat sebuah bunker di bawah rumah yang berada di Taman Safari, yang diduga digunakan sebagai lokasi penyiksaan.
Pernyataan tersebut muncul dalam konteks empat tuntutan serius yang diajukan kepada pihak Taman Safari Indonesia, terkait dugaan eksploitasi dan penyiksaan yang dialami oleh para mantan pemain selama mereka bekerja di sirkus.
Melalui kuasa hukumnya, Muhammad Sholeh, para mantan pemain tersebut menyatakan keinginan mereka untuk mendapatkan keadilan, terutama berkaitan dengan kondisi kerja yang mereka alami sejak usia dini. Salah satu poin penting yang menjadi sorotan adalah dugaan adanya bunker penyiksaan di lokasi Taman Safari. Baca juga: Wamenaker Sebut Eks Pemain Sirkus OCI Belum Melaporkan Kasusnya ke Kemnaker.
Apa Saja Tuntutan yang Diajukan?
Sholeh mengungkapkan bahwa ada empat tuntutan utama yang diajukan oleh kliennya. Tuntutan pertama adalah untuk membuka identitas asli dari 60 mantan pemain sirkus yang merasa kehilangan jejak asal-usul mereka karena telah hidup dalam lingkungan tertutup sirkus sejak kecil.
“Satu, buka asal-usul 60 mantan pemain sirkus ini,” kata Sholeh dalam pernyataan yang dikutip dari YouTube Kompas TV, pada Sabtu (19/4/2025). “Ini sudah menjadi keharusan,” tambahnya.
Tuntutan kedua adalah pembentukan tim investigasi independen yang akan melakukan penelitian langsung di lokasi-lokasi Taman Safari di Indonesia, termasuk di Cisarua (Bogor), Prigen (Jawa Timur), dan Gianyar (Bali). “Bentuk tim investigasi untuk menyelidiki lokasi Taman Safari.
Menurut informasi yang kami peroleh, di sana terdapat bunker; rumah yang berada di bawah tanah yang dijadikan tempat tinggal sekaligus tempat terjadinya penyiksaan. Itu semua berdasarkan pengakuan para korban,” jelas Sholeh.
Tuntutan ketiga berhubungan dengan upaya hukum di tingkat yang lebih tinggi, yaitu pendirian pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mengadili dugaan pelanggaran berat yang terjadi pada tahun 1997.
Sholeh berpendapat bahwa meskipun pada saat itu belum ada undang-undang khusus tentang HAM, pembentukan pengadilan HAM tetap sangat penting sebagai langkah untuk mencapai keadilan dan memberikan pelajaran bagi generasi mendatang. Tuntutan terakhir adalah pemberian kompensasi atau ganti rugi.
Para korban mengungkapkan bahwa mereka telah dieksploitasi sejak kecil hingga dewasa tanpa memperoleh imbalan yang layak. “Yang keempat berbicara mengenai ganti rugi, namun ketiga tuntutan sebelumnya harus dipenuhi terlebih dahulu.
Kenapa ganti rugi itu penting? Karena mereka telah dieksploitasi sejak kecil tanpa mendapatkan gaji sama sekali,” jelas Sholeh. Ia juga menambahkan bahwa ada beberapa korban yang mengalami kekerasan fisik yang serius, salah satunya adalah Ida yang mengalami cacat akibat dipukul dengan balok. “Oleh karena itu, wajar jika mereka menuntut ganti rugi,” tegasnya.
Apa Kata Pihak Taman Safari dan OCI?
Tony Sumampau, pendiri OCI sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, dengan tegas menolak tuduhan mengenai eksploitasi dan penyiksaan terhadap para pemain sirkus.
Dalam sebuah konferensi pers yang berlangsung di Jakarta pada Kamis, 17 April 2025, Tony mengungkapkan bahwa meskipun proses pelatihan memang memerlukan disiplin yang tinggi, tidak ada tindakan kekerasan yang seperti dituduhkan.
“Memang, dalam pelatihan perlu ada pendisiplinan. Saya akui hal itu. Namun, jika sampai melibatkan pemukulan dengan besi, itu jelas tidak mungkin,” tegasnya.
Tony juga menilai tuduhan tersebut terlalu berlebihan dan tidak berdasar. Ia mencurigai adanya pihak luar yang berupaya memprovokasi mantan pemain untuk memperbesar isu ini. Menanggapi hal itu, ia menambahkan, “Kami sedang mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang memanfaatkan mereka. “
Sebagian artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul Kuasa Hukum Eks Pemain OCI Sebut Ada Bunker di Taman Safari, Diduga Jadi TKP Penyiksaan