Review Pengepungan di Bukit Duri: Bukan Horor, tapi Lebih Mengerikan

Review Pengepungan di Bukit Duri: Bukan Horor, tapi Lebih Mengerikan
Film kesebelas dari Joko Anwar, Pengepungan di Bukit Duri.(KOMPAS.com/Ady Prawira Riandi)

Dalam rangka memperingati 20 tahun perjalanan kariernya, Sutradara Joko Anwar meluncurkan film terbarunya yang berjudul “Pengepungan di Bukit Duri. ” Ini adalah karya kesebelas Joko Anwar, dan kali ini ia menjauh dari genre horor yang biasanya identik dengan karyanya, menghadirkan sesuatu yang terasa jauh lebih mencekam.

“Pengepungan di Bukit Duri,” atau dalam bahasa Inggrisnya “The Siege Thorn High,” mengikuti kisah Edwin (diperankan oleh Morgan Oey), seorang pria berdarah Tionghoa yang mengemban tugas sebagai guru seni di SMA Bukit Duri. Sekolah yang terletak di Jakarta Timur ini dikenal sebagai tempat berkumpulnya murid-murid dengan berbagai latar belakang, banyak di antaranya adalah siswa buangan. Dalam situasi yang penuh ketegangan, Edwin harus berhadapan dengan Jefri (diperankan oleh Omara Esteghlal), seorang murid yang bengis dan menjadi pemimpin geng di sekolah tersebut. Dalam gedung sekolah yang terasa semakin menyesakkan, Edwin terjebak di antara hidup dan mati.

Bukan horor, tapi mengerikan

Film “Pengepungan di Bukit Duri” merupakan sebuah karya bergenre thriller-action yang memberikan pengalaman menegangkan. Meskipun tidak menghadirkan elemen horor dengan sosok hantu, film ini terasa jauh lebih mencekam karena menampilkan sisi kelam manusia yang berperilaku layaknya iblis. Di awal cerita, penonton disuguhkan dengan adegan kerusuhan, penjarahan, kekerasan fisik dan mental, serta diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit, adegan-adegan ini mencerminkan peristiwa yang mirip dengan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Dengan detail yang menggugah, film ini menggambarkan suasana saat itu, seolah-olah kita dapat merasakan beratnya gravitas di antara tembok-tembok yang usang.

Untuk alasan tersebut, Joko Anwar menghadirkan sebuah pemberitahuan konten atau trigger warning. Kisah dalam film ini mengandung elemen kekerasan dan ketegangan rasial yang dapat memicu trauma bagi sebagian penonton. Mereka akan diajak dalam perjalanan emosional yang berliku, seolah menaiki roller coaster. Namun, “Pengepungan di Bukit Duri” tetap bisa dinikmati tanpa perlu berpikir keras mengenai berbagai teori, berbeda dengan film horor Joko Anwar sebelumnya. Bahkan terdapat sentuhan komedi di beberapa adegan, yang mampu meredakan ketegangan dan memberikan momen yang lebih ringan.

Akting memukau Omara dan Morgan

Omara dan Morgan memberikan penampilan yang luar biasa. Dalam adegan tanpa dialog, Omara seakan mampu “berbicara” melalui tatapan matanya yang mendalam.

Joko Anwar berhasil menciptakan karakter yang kuat dalam sosok Jefri yang diperankan oleh Omara. Tanpa perlu menjelaskan secara panjang lebar tentang siapa Jefri, penonton dapat mengenalnya melalui penyajian visual yang efektif.

Pesan penting di balik kengerian

Menonton film “Pengepungan di Bukit Duri” memang memberikan pengalaman yang mengerikan sekaligus berani mengangkat kembali luka-luka lama. Rasanya amat sesak dan emosional ketika mencoba membayangkan diri berada di posisi para korban kekerasan. Apakah mereka sudah mendapatkan keadilan yang seharusnya? Ada pula kesedihan yang muncul saat kita membayangkan remaja yang terjebak dalam perilaku kekerasan. Kekerasan tampak seperti sebuah lingkaran setan yang sulit diputus.

Film ini, karya Joko Anwar, juga menyoroti kegelisahan terkait dunia pendidikan di Indonesia. Sudahkah kita siap untuk melakukan perubahan? Setelah menonton, perasaan kita campur aduk. Ada sedih dan marah, tetapi di sisi lain juga ada harapan. Mengerikan jika kita membayangkan sejarah kelam yang bisa terulang. Oleh karena itu, film ini seolah mendesak kita untuk bergerak melakukan perbaikan. “Pengepungan di Bukit Duri” bisa menjadi pemicu diskusi agar kita semakin peduli terhadap nasib bangsa serta sebagai bahan refleksi diri.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *